Minggu, 04 November 2012

manejement pendidikan organisasi lembaga pendidikan

BAB I
Pendahuluan

            Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah perkembangannya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren sebagai penyeimbang, setra model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini tentunya tidak lepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.

            Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan disegala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global setra perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juaga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998

Perubahan mendasar yang direncanakan dalam Undang undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesertaan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.

Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan diposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat :
1)      Pengembangan pribadi
2)      Pengembangan warga
3)      Perngembangan budaya
4)      Pengembangan bangsa
            Orientasi studi manejemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada didalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orang banyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adalah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kesuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justu terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan oeganisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelolo dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlikan pemimpin yang transformatif, memahami filosofi organisasi mampu merumuskan fisi, misi organisasi, dan menerapkan melalui proses perencanaan organisasi. Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manejemen pendidikan terkait dengan pengertian, konsep organisasi pendidikan, struktur organisasi, pengelolaan organisasi pendidikan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Organisasi Lembaga Pendidikan
  1. Pengertian
Beberapa definisi organisasi dari para ahli :
  • Louis A. Allen (1960)
Pengorganisaasian adalah proses mengatur dan menghubungankan oekerjaan yang harus dilakukan, sehingga tugas organisasi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien oleh orang-orang
  • Edgar Schein (1973)
“An organization is the rational coordination of the activity of the number of people for the achievement of some common explicit of labor and function, and through a hierarchy of outhority and responsibility”. (Suatu organisasi adalah koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum dari tenaga kerja dan fungsi, serta dengan tingkatan hirarki dan tanggungjawab.)
  • Ananda W.P Guruge (1977)
“Organization is difened as arranging a complex of tasks into manageable units and defining the formal relationship among the people who are assigned the various tasks”. (Organisasi didefinisikan sebagai tatanan tugas yang kompleks yang dikelola oleh suatu unit dan mendeskripsikan hubungan formal antara orang-orang yang ditugaskan berbagai macam tugas).
  • SB Hri Lubis (1987)
Terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkunagnnya.
  • Robbins (1996)
Organisasi dipandang pula sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersususn atas dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus- menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.
  • Sutarto (1998)
Organisasi adalah sistem saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Konsep organisasi
            Organisasi bisa didefinisikan dengan bermacam cara yang pada intinya mencakup berbagai faktor yang menimbulkan organisasi yaitu kumpulan orang, ada kerja sama, dan tujuan yang telah ditetapkan, yang merupakan sistem yang saling berkaitan dalam kebulatan. Seperti pengertian yang dikemukakan oleh starto (1998;40) bahwa organisasi merupakan sistem saling pengaruh anatar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi dalam pengertia lain dikemukakan oleh SB Hari Lubis (1987,1), bahwa terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan  sosial dari kelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing – masing yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas – batas yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkunganya.
            Organisasi dipamdang pula sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersusun atas dua orang atau lebih yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama (robbins, 1996;5)
            Berbagai pengertian organisasi di atas menunjukan bahwa organisasi mengandung – unsur yang membentuk keberadaan organisasi, seperti yang dikemukakan  oleh malayu SP Hasibuan (2001,27) sebagai berikut :
1.      Manusia (human Factor) artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja sama dan pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.      Tempat kedudukan , artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.
3.      Tujuan artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4.      Pekerjaan artinya organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
5.      Struktur, artinya organisasi baru ada jika ada hubungan dan kerjaan sama antara manusia yang satu dengan lainya.
C.  Struktu Organisasi Lembaga Pendidikan
Menurut E. Kast dan James E. Rosenzweig (1974) struktur diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasi tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan.
Struktur organisasi merupakan bentuk dari organisasi secara keseluruhan yang menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen dan fungsi organisasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ukuran, jenis teknologi yang digunakan, dan sasaran yang hendak dicapai. Struktur bersifat relatif stabil (tidak berubah) statis dan berubah lambat atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian.
Menurut Stoner (1986), struktur organisasi dibangun oleh lima unsur, yaitu:
  • Spesialisasi aktivitas
Spesialisasi aktivitas mengacu pada spesifikasi tugas perorangan dan kelompok di seluruh organisasi atau pembagian kerja dan penyatuan tugas tersebut ke dalam unit kerja.
  • Standardisasi aktivitas
Standardisasi aktivitas adalah prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin kelayakan kegunaan aktivitas. Menstandardisasi artinya menjadikan seragam dan konsisten pekerjaan yang harus dilakukan bawahan, biasanya dengan menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan program seleksi, orientasi kerja, keterampilan kerja.
  • Koordinasi aktivitas
koordinasi aktivitas adalah prosedur yang memadukan fungsi-fungsi dalam organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu badan usaha, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan faktor-faktor yang secara langsung menunjang pencapaian tujuan organisasi.
  • Sentralisasi dan desentralisasi keputusan
Sentralisasi dan desentralisasi adalah pengambilan keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan. Sentralisasi adalah proses pemberian wewenang pengambilan keputusan pada tingkat atas suatu organisasi, sedangkan desentalisasi merupakan pendelegasian wewenang pada semua tingkat organisasi.
  • Ukuran unit kerja
ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam suatu kelompok kerja.
Struktur organisasi akan menjadi lebih jelas apabila digambarkan dalam bagan atau skema organisasi. Pada struktur organisasi terdapat gambaran posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Struktur organisasi menspesifikkan pembagian kegiatan kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi atau bagaimana kegiatan yang berbeda-beda itu dihubungkan.Struktur juga menunjukkan hierarki dan struktur wewenang organisasi serta memperlihatkan hubungan pelapornya.
Skema organisasi memberikan penjelasan mengenai hubungan pelaporan yang dinyatakan sebagai garis vertikal pada skema organisasi menunjukkan pada siapa suatu jabatan atau seseorang individu harus melapor, menggambarkan lingkungan tanggung jawab, alokasi tugas dan tanggung jawab setiap jabatan dalam organisasi.
Bagan organisasi menunjukkan struktur organisasi dengan kotak-kotak atau garis-garis yang disusun menurut kedudukannya yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu, yang satu sama lain dihubungkan dengan garis-garis saluran wewenang (Sutarto, 1998:217).
Kegunaan skema atau bagan organisasi untuk mengetahui besar kecilnya organisasi, garis saluran weweang, berbagai macam satuan organisasi, rincian aktivitas satuan organisasi, setiap jabatan yang ada, rincian tugas pejabat, nama dan pangkat golongan, jumlah dan foto pejabat, kedudukan, dan penilaian terhadap kelayakan suatu organisasi.
Struktur organisasi lembaga pendidikan adalah susunan skema atau bagan yang menggambarkan hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar menjadi suatu kesatuan dari berbagai segmen dan fungsi lembaga pendidikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan dari proses pembelajaran.
Pengorganisasian lembaga penyenggara pendidikan menganut ketentuan nasional tentang jenis dan jenjang pendidikan. Dalam UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional (Propenas) yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) dinyatakan adanya perintisan pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten dan kota, dan pembentukan komite sekolah di setiap sekolah.
Berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, dikeluarkan Keputusan Menteri pendidikan Nasional nomor 044 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten dan kota. Dewan pendidikan berperan antara lain:
  1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan
  2. Pendukung (supporting agency) baik berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
  3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
  4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPR dengan masyarakat.
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran komite sekolah hampir sama dengan dewan pendidikan, namun cakupan ruangnya lebih sempit yaitu di satuan pendidikan.
D. Pengelolaan Organisasi Pendidikan
Kemandirian sebagai tuntutan desentralisasi pendidikan pada daerah kabupaten dan kota lebih menekankan pada kemandirian dalam mengeloloa dan memberdayakan berbagai sumberdaya yang dimiliki untuk mengimpletasikan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh otoritas pusat dan propinsi. Melihat sumberdaya yang tersedia di daerah, maka setiap daerah berbeda-beda dalam menangani urusan pendidikan. Perbedaan ini terlihat dalam mengorganisasikan instansi pengelola pendidikan, sedangkan untuk pengorganisasian lembaga penyelenggara pendidikan tetap menganut ketemtuan nasional tentang jenis jenjang pendidikan.

Dalam UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Rapeta) dinyatakan adanya perintisan pembentukan Dewan sekolah (school board) disetiap kabupaten dan sekolah.
Hubungan berbagai institusi yang mengelola pendidikan dapat digambarkan berikut (Agus Rahardja, 2001 : 16)











Departemenn Pendidikan Nasional
 
Departemen Agama
 
 

                                                                          
Komisi Pendidikan Nasional
 

Pemerintah Kabupaten/Kota (Dinas Pendidikan)
 
 




                                                  
Flowchart: Connector: Komite Sekolah
Flowchart: Connector: Komite Sekolah
 








Garis Saluran Jenjang Oreganisasi
Selanjutnya berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, dikeluarkan Keputusan Menteri Nasional nomor 044 tahun 2002 trntang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dewan pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalm rangka menungkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten dan kota. Dewan pendidikan berperan sebagai :
1.      Pemberi pertimbangan (adivisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
2.      Pendukung (supporting agency) baik bertujuan finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
3.      Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
4.      Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat.
Anggota Dewan Pendidikan maksimal 17 orang terdiri dari unsur masyarakat dan unsur birikrasi dan legeslativ. Model hubungan dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota dapat dilihat pada gambar berikut.






 












Model Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (I)
Atau digambarkan sebagai berikut


 








Dewan
Pendidikan
 
Dinas
pendidikan
 
                  
Komisi E
DPRD
 
Komite Sekolah
 
 












Model Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (II)
                

                
                 Model struktur organisasi Dewan Pendidikan kabupaten dan kota dapat digambarkan sebagai berikut.
 











Struktur Organisasi Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota (I)


                Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan disatuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekola, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Komite sekolah berperan sebagai berikut :
a.       Pemeberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b.      Pendukung (supporting agency) baik berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaran pendidikan disatuan pendidikan.
c.       Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran dan keluaran pendidikan disatuan pendidikan.
d.      Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat disatuan pendidikan.
Dewan pendidikan
 
Institusi lain
 
Satuan
pendidikan
 
Anggota dewan pendidikan minimal 9 orang yang terdiri unsur masyarakat ; dan unsur dewan guru, yayasan /lembaga, BPD. Model hubungan komite sekolah dengan instansi terkait dapat digambarkan berikut.


 





              Model struktur organisasi satu komite sekolah untuk satuan pendidikan dapat digambarkan berikut.

 









            Model struktur organisasi satu komite sekolah untuk beberapa satuan pendidikan dapat digambarkan berikut.

Anggota
 
 











E. Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 16)


Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3) Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
  1. Jalur  Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat.
Semua lembaga formal diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
    2.     Jalur Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan luar sekolah. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
    3.   Jalur Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan 2).
Homeschooling atau yang di-Indonesiakan menjadi sekolah rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 terkategori sebagai pendidikan informal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan pendidikan formal dan nonformal.
Hanya saja, jika anak-anak yang dididik secara informal ini menghendaki ijazah karena berniat memasuki pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta pendidikan informal bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan. Hal paling khas yang menjadi nilai lebih pendidikan informal dibandingkan model pendidikan lainnya adalah, kemungkinan yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi setiap anak secara maksimal.
Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14)
  1. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan pertama (PP Nomor 28 tahun 1990).
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 28 disebutkan bahwa : Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
      2.      Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 18.


      3.      Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 20)
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15)
1.  Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
2.  Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
3.  Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

4.  Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
5.  Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
6.  Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 30)
7.  Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
PENUTUP
KESIMPULAN
  1. Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Mulyani A Nurhadi membedakan menjadi dua yaitu organisasi macro dan mikro.
  2. Jalur, Jenjang, dan Jenis Organisasi Lembaga Pendidikan
  3. Jalur organisasi lembaga pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
  • Jenjang organisasi lembaga pendidikan
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14)
  • Jenis organisasi lembaga pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15)
  • Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan
Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM.
SUBMER REFRENSI :
Dosen, Tim AP. 2010. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Cibeureum : PT Remaja
Rosdakarya Bandung
(http://pendidikan-rumah.blogspot.com/2009/06/pendidikan-informal.html)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


Tidak ada komentar:

Posting Komentar