BAB
I
Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap corak dan
karakter masyarakat. Belajar dari sejarah perkembangannya lembaga pendidikan
yang ada di indonesia memiliki beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda
sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan
bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki
corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren sebagai
penyeimbang, setra model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini
tentunya tidak lepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber
daya manusia, mengejar ketertinggalan disegala aspek kehidupan dan menyesuaikan
dengan perubahan global setra perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 juni 2003 telah
mensahkan Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juaga
merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998
Perubahan
mendasar yang direncanakan dalam Undang undang Sisdiknas yang baru tersebut
antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta
masyarakat, tantangan globalisasi, kesertaan dan keseimbangan, jalur
pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai
sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam
perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini
lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan
peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem. Kedua
mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian
dan diposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan
berfungsi sebagai alat :
1) Pengembangan
pribadi
2) Pengembangan
warga
3) Perngembangan
budaya
4) Pengembangan
bangsa
Orientasi studi manejemen pendidikan
masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan
norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada didalam sebuah organisasi.
Beberapa tahun terakhir orang banyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan
sistem adalah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kesuksesan organisasi.
Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan
organisasi justu terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi,
norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang
menentukan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan
bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan oeganisasi apabila
budaya organisasi tersebut dikelolo dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya
organisasi diperlikan pemimpin yang transformatif, memahami filosofi organisasi
mampu merumuskan fisi, misi organisasi, dan menerapkan melalui proses
perencanaan organisasi. Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manejemen
pendidikan terkait dengan pengertian, konsep organisasi pendidikan, struktur
organisasi, pengelolaan organisasi pendidikan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Organisasi Lembaga
Pendidikan
- Pengertian
Beberapa definisi organisasi dari para ahli :
- Louis A. Allen (1960)
Pengorganisaasian adalah proses mengatur dan
menghubungankan oekerjaan yang harus dilakukan, sehingga tugas organisasi dapat
diselesaikan secara efektif dan efisien oleh orang-orang
- Edgar Schein (1973)
“An organization is the rational
coordination of the activity of the number of people for the achievement
of some common explicit of labor and function, and through a hierarchy of
outhority and responsibility”. (Suatu organisasi adalah
koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum
dari tenaga kerja dan fungsi, serta dengan tingkatan hirarki dan
tanggungjawab.)
- Ananda W.P Guruge (1977)
“Organization is difened as
arranging a complex of tasks into manageable units and defining the formal
relationship among the people who are assigned the various tasks”.
(Organisasi didefinisikan sebagai tatanan tugas yang kompleks yang dikelola
oleh suatu unit dan mendeskripsikan hubungan formal antara orang-orang yang
ditugaskan berbagai macam tugas).
- SB Hri Lubis (1987)
Terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi
organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu
sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,
yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas
yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkunagnnya.
- Robbins (1996)
Organisasi dipandang pula sebagai satuan sosial yang
dikoordinasi secara sadar, yang tersususn atas dua orang atau lebih, yang
berfungsi atas dasar yang relatif terus- menerus untuk mencapai suatu tujuan
atau seperangkat tujuan bersama.
- Sutarto (1998)
Organisasi adalah sistem saling berpengaruh antar
orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Konsep organisasi
Organisasi bisa didefinisikan dengan
bermacam cara yang pada intinya mencakup berbagai faktor yang menimbulkan
organisasi yaitu kumpulan orang, ada kerja sama, dan tujuan yang telah
ditetapkan, yang merupakan sistem yang saling berkaitan dalam kebulatan. Seperti
pengertian yang dikemukakan oleh starto (1998;40) bahwa organisasi merupakan
sistem saling pengaruh anatar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Organisasi dalam pengertia lain dikemukakan oleh SB
Hari Lubis (1987,1), bahwa terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan
definisi organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari kelompok manusia yang saling
berinteraksi menurut pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki
fungsi dan tugasnya masing – masing yang sebagai suatu kesatuan mempunyai
tujuan tertentu dan mempunyai batas – batas yang jelas, sehingga dapat
dipisahkan secara tegas dari lingkunganya.
Organisasi dipamdang pula sebagai
satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersusun atas dua orang atau
lebih yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu
tujuan atau seperangkat tujuan bersama (robbins, 1996;5)
Berbagai pengertian organisasi di
atas menunjukan bahwa organisasi mengandung – unsur yang membentuk keberadaan
organisasi, seperti yang dikemukakan
oleh malayu SP Hasibuan (2001,27) sebagai berikut :
1. Manusia
(human Factor) artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja
sama dan pemimpin dan ada yang dipimpin.
2. Tempat
kedudukan , artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.
3. Tujuan
artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4. Pekerjaan
artinya organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta
adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur,
artinya organisasi baru ada jika ada hubungan dan kerjaan sama antara manusia
yang satu dengan lainya.
C. Struktu Organisasi Lembaga Pendidikan
Menurut E. Kast dan James E. Rosenzweig (1974)
struktur diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi.
Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasi
tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan.
Struktur organisasi merupakan bentuk dari organisasi
secara keseluruhan yang menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen dan fungsi
organisasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ukuran, jenis teknologi
yang digunakan, dan sasaran yang hendak dicapai. Struktur bersifat relatif
stabil (tidak berubah) statis dan berubah lambat atau memerlukan waktu untuk
penyesuaian-penyesuaian.
Menurut Stoner (1986), struktur organisasi dibangun
oleh lima unsur, yaitu:
- Spesialisasi aktivitas
Spesialisasi aktivitas mengacu pada spesifikasi tugas
perorangan dan kelompok di seluruh organisasi atau pembagian kerja dan penyatuan
tugas tersebut ke dalam unit kerja.
- Standardisasi aktivitas
Standardisasi aktivitas adalah prosedur yang digunakan
organisasi untuk menjamin kelayakan kegunaan aktivitas. Menstandardisasi
artinya menjadikan seragam dan konsisten pekerjaan yang harus dilakukan
bawahan, biasanya dengan menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan program
seleksi, orientasi kerja, keterampilan kerja.
- Koordinasi aktivitas
koordinasi aktivitas adalah prosedur yang memadukan
fungsi-fungsi dalam organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu badan usaha,
pemasaran, produksi dan penjualan merupakan faktor-faktor yang secara langsung
menunjang pencapaian tujuan organisasi.
- Sentralisasi dan desentralisasi keputusan
Sentralisasi dan desentralisasi adalah pengambilan
keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan. Sentralisasi
adalah proses pemberian wewenang pengambilan keputusan pada tingkat atas suatu
organisasi, sedangkan desentalisasi merupakan pendelegasian wewenang pada semua
tingkat organisasi.
- Ukuran unit kerja
ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam
suatu kelompok kerja.
Struktur organisasi akan menjadi lebih jelas apabila
digambarkan dalam bagan atau skema organisasi. Pada struktur organisasi
terdapat gambaran posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus
dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat
manajemen dan saluran komunikasi. Struktur organisasi menspesifikkan pembagian
kegiatan kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi atau bagaimana kegiatan yang berbeda-beda
itu dihubungkan.Struktur juga menunjukkan hierarki dan struktur wewenang
organisasi serta memperlihatkan hubungan pelapornya.
Skema organisasi memberikan penjelasan mengenai
hubungan pelaporan yang dinyatakan sebagai garis vertikal pada skema organisasi
menunjukkan pada siapa suatu jabatan atau seseorang individu harus melapor,
menggambarkan lingkungan tanggung jawab, alokasi tugas dan tanggung jawab
setiap jabatan dalam organisasi.
Bagan organisasi menunjukkan struktur organisasi
dengan kotak-kotak atau garis-garis yang disusun menurut kedudukannya yang
masing-masing mempunyai fungsi tertentu, yang satu sama lain dihubungkan dengan
garis-garis saluran wewenang (Sutarto, 1998:217).
Kegunaan skema atau bagan organisasi untuk mengetahui
besar kecilnya organisasi, garis saluran weweang, berbagai macam satuan
organisasi, rincian aktivitas satuan organisasi, setiap jabatan yang ada,
rincian tugas pejabat, nama dan pangkat golongan, jumlah dan foto pejabat,
kedudukan, dan penilaian terhadap kelayakan suatu organisasi.
Struktur organisasi lembaga pendidikan adalah susunan
skema atau bagan yang menggambarkan hubungan kerja yang membagi dan
mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar menjadi suatu kesatuan dari
berbagai segmen dan fungsi lembaga pendidikan dengan tujuan untuk mencapai
tujuan dari proses pembelajaran.
Pengorganisasian lembaga penyenggara pendidikan
menganut ketentuan nasional tentang jenis dan jenjang pendidikan. Dalam UU
nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional (Propenas) yang
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) dinyatakan adanya
perintisan pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten dan kota, dan
pembentukan komite sekolah di setiap sekolah.
Berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, dikeluarkan Keputusan
Menteri pendidikan Nasional nomor 044 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah. Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di kabupaten dan kota. Dewan pendidikan berperan antara
lain:
- Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan
- Pendukung (supporting agency) baik berwujud
finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
- Pengontrol (controlling agency) dalam rangka
transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
- Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPR
dengan masyarakat.
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran komite sekolah
hampir sama dengan dewan pendidikan, namun cakupan ruangnya lebih sempit yaitu
di satuan pendidikan.
D.
Pengelolaan Organisasi Pendidikan
Kemandirian
sebagai tuntutan desentralisasi pendidikan pada daerah kabupaten dan kota lebih
menekankan pada kemandirian dalam mengeloloa dan memberdayakan berbagai
sumberdaya yang dimiliki untuk mengimpletasikan kebijakan yang sudah ditetapkan
oleh otoritas pusat dan propinsi. Melihat sumberdaya yang tersedia di daerah,
maka setiap daerah berbeda-beda dalam menangani urusan pendidikan. Perbedaan
ini terlihat dalam mengorganisasikan instansi pengelola pendidikan, sedangkan
untuk pengorganisasian lembaga penyelenggara pendidikan tetap menganut
ketemtuan nasional tentang jenis jenjang pendidikan.
Dalam
UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Rapeta) dinyatakan adanya
perintisan pembentukan Dewan sekolah (school board) disetiap kabupaten dan
sekolah.
Hubungan
berbagai institusi yang mengelola pendidikan dapat digambarkan berikut (Agus
Rahardja, 2001 : 16)
|
|
||||


|


![]() |
|||||||
|
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||


![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
Garis
Saluran Jenjang Oreganisasi
Selanjutnya
berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, dikeluarkan Keputusan Menteri Nasional
nomor 044 tahun 2002 trntang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dewan
pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalm rangka
menungkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten dan kota. Dewan pendidikan berperan sebagai :
1. Pemberi
pertimbangan (adivisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan.
2. Pendukung
(supporting agency) baik bertujuan finansial, pemikiran maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan.
3. Pengontrol
(controlling agency) dalam rangka tranparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan.
4. Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat.
Anggota
Dewan Pendidikan maksimal 17 orang terdiri dari unsur masyarakat dan unsur
birikrasi dan legeslativ. Model hubungan dewan Pendidikan dengan Instansi
terkait di Kabupaten/Kota dapat dilihat pada gambar berikut.

Model
Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (I)
Atau
digambarkan sebagai berikut
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|
|
|
||||
|
Model
Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (II)
Model struktur organisasi Dewan
Pendidikan kabupaten dan kota dapat digambarkan sebagai berikut.
![]() |
Struktur Organisasi Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota (I)
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan disatuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekola,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Komite sekolah
berperan sebagai berikut :
a.
Pemeberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.
b.
Pendukung
(supporting agency) baik berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam
penyelenggaran pendidikan disatuan pendidikan.
c.
Pengontrol
(controling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran
dan keluaran pendidikan disatuan pendidikan.
d.
Mediator antara
pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat disatuan pendidikan.

|
|
|
![]() |
Model struktur organisasi satu
komite sekolah untuk satuan pendidikan dapat digambarkan berikut.
![]() |
Model struktur organisasi satu
komite sekolah untuk beberapa satuan pendidikan dapat digambarkan berikut.
![]() |
|||
|
E.
Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan
dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 16)
Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3)
Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya
manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
- Jalur Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan
di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi. Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan
masyarakat.
Semua lembaga formal diberi hak dan wewenang oleh
pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang
telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus bagi perguruan tinggi
yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
2. Jalur Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan luar sekolah. Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain
sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.
3. Jalur Pendidikan
informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan 2).
Homeschooling atau yang di-Indonesiakan menjadi sekolah
rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 terkategori sebagai pendidikan
informal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga
dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan pendidikan formal dan nonformal.
Hanya saja, jika anak-anak yang dididik secara
informal ini menghendaki ijazah karena berniat memasuki pendidikan formal pada
jenjang yang lebih tinggi, maka peserta pendidikan informal bisa mengikuti
ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga nonformal sejenis yang menyelenggrakan
ujian kesetaraan. Hal paling khas yang menjadi nilai lebih pendidikan informal
dibandingkan model pendidikan lainnya adalah, kemungkinan yang lebih besar akan
tergali dan terkelolanya potensi setiap anak secara maksimal.
Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal
14)
- Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal
selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang
pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun
terdiri dari program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program
pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan pertama (PP Nomor 28 tahun 1990).
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak
usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan
merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV pasal 28 disebutkan bahwa : Pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA),
atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak
(TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
2. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan
lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah
menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV Pasal 18.
3. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 20)
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 15)
1. Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan
menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta
didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya:
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
(SMA).
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
3. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi
program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan
disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi
atau menjadi seorang profesional. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan
profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan
keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai
negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan
kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
5. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata
1).
6. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau
menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 30)
7. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Peserta didik yang berkelainan atau peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif
(bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
PENUTUP
KESIMPULAN
- Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu
organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut
merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain
adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian,
serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Mulyani A Nurhadi
membedakan menjadi dua yaitu organisasi macro dan mikro.
- Jalur, Jenjang, dan Jenis Organisasi Lembaga
Pendidikan
- Jalur organisasi lembaga pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam
pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan
formal, nonformal, dan informal.
- Jenjang organisasi lembaga pendidikan
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal
14)
- Jenis organisasi lembaga pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 15)
- Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga
Pendidikan
Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai
suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan
yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi
tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut
menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai salah satu
komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan
kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM.
SUBMER
REFRENSI :
Dosen, Tim
AP. 2010. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Fattah,
Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Cibeureum : PT Remaja
Rosdakarya Bandung
(http://pendidikan-rumah.blogspot.com/2009/06/pendidikan-informal.html)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar